Selasa, 21 Januari 2020

RAHMAT ISLAM BAGI NUSANTARA



Masuknya Islam ke Nusantara (Indonesia) Para pakar sejarah berbeda pendapat mengenai sejarah masuknya Islam ke Nusantara. Setidaknya terdapat tiga teori besar vang dikembangkan oleh Ahmad Mansur Suryanegara, yang terkait dengan asal kedatangan, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.
  1. Teori Gujarat. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat - India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. 
  2. Teori Mekah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari TimurTengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M.
  3. Teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke Nusantara sekitar abad ke-13 M.
Baik teori Gujarat maupun teori Persia, keduanya sama-sama menetapkan bahwa Islam masuk di Nusantara pada abad ke 13 M. Namun teori Mekah menetapkan kedatangan Islam ke Nusantara jauh sebelum itu, yaitu pada abad ke 7 M, saat Rasulullah masih hidup.

Secara ilmiah, teori Mekah yang menyatakan Islam masuk ke Nusantara lebih awal, lebih penting untuk dibuktikan. Jika bukti-bukti teori Makah telah diangggap memadai dan ilmiah, maka teori lain yang menyatakan kedatangan sekitar abad 13 M.,tidak perlu lagi dibuktikan. Oleh karena itu, uraian berikut terkait dengan beberapa bukti yang mendukung teori Mekah yaitu berikut seperti ini.
  1. Menurut sejumlah pakar sejarah dan arkeolog, jauh sebelum Nabi Muhammad saw. menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu.
  2.  Peter Bellwood,Reader in Archaeology di Australia National University, telah melakukanbanyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara, dan menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi (yang berarti Nabi Muhammad saw. belum lahir), beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini. 
  3. Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara-terutama Sumatera dan Jawa-dengan Cina juga diakui oleh sejarawan G.R. Tibbetts. Ia menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu. "Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi, "tulis Tibbets. Jadi peta perdagangan saat itu terutama di selatan adalah Arab-Nusantara-China.
  4. Ditemukannya perkampungan Arab muslim di Barus pada abad ke-1 H./7M. Berdasarkan sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa sekitar tahun 625 M (sembilan tahun setelah Rasulullah berdakwah terang-terangan), di pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Buddha Sriwijaya. Di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal. Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf al- Qur'an. karena mushaf baru selesai dibukukan pada zaman Khalifah Usman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Sebab itu, cara berdoa dan beribadah lainnya pada saat itu diyakini berdasarkan ingatan para pedagang Arab Islam yang juga termasuk para hufaz atau penghapal al-Qur'an. Dari berbagai literatur diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama "Barus" atau vang iuga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia, mengingat dari seluruh kota di Nusantara hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Sviria, Armenia, China, dan sebagainya. Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus. Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi.
  5. Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7M.
  6. Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 M.
  7. Hamka, menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, Hamka menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. Hamka juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika.
  8. Sejarahwan T. W. Arnold dalam karyanya The Preaching of Islam (1968) juga menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.
  9. Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D'extreme-Orient (EFEO) Perancis yang bekerja sama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa sekitar abad 7-12 M, Barus telah menjadi perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya.
  10. Pada tahun 674 M semasa pemerintahan Khilafah Utsman bin Affan, mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam.
  11. Dalam Seminar Nasional tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tahun 1963, para ahli sejarah menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke I H. (abad ke-7 M) dan langsung dari tanah Arab. Daerah yang disinggahi adalah pesisir Sumatra. Islam disebarkan oleh para saudagar muslim dengan cara damai
  12. Ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, abad ke-11 M. yang berarti jauh sebelum itu sudah teriadi penyebaran agama Islam, terulama daerah pesisir Sumatera, karena vang menyebarkan Islam di Jawa adalah para mubain dari Arab dan dari Pasai.
B. Strategi Dakwah Islam di Nusantara
Penyebaran Islam di Indonesia ditempuh melalui cara berikut :
  1. Damai, bijaksana dan dilandasi keramahan, Kesemuanya itu sesuai dengan tuntunanIstam (QS.An-Nahl {163:125,QS.Al-Anbiya' {21}:107), bukan melalui jalan paksaan, kekerasan apalagi peperangan.
  2. Akulturasi budaya, penyebaran Islam sangat cepat disebabkan ajaranya sangat lentur memasuki tradisi lokal dan sangat mempertimbangkan kondisi masyarakat, sehingga menjadikan tradisi yang tidak bertentangan sebagai salah satu pertimbangan hukum "Fighiyah" (disamping pengaruh ajaran Islam yang sejalan dengan fitrah/jati diri manusia,QS.Ar-Ruum (30}:300), adat dapat dijadikan landasan hukum asalkan sejalan dengan aturan Islam.
Adapun tentang golongan masyarakat pembawa Islam (mubaligh) ke Indonesia terdapat beberapa kegiatan yang dipergunakan sebagai kendaraan (sarana) dalam penyebaran Islam dilndonesia, diantaranya adalah : perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan tasawuf. Berikut uraian singkat mengenai hal tersebut.

  1. Kaum pedagang. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa penyebaran Islam dilakukan melalui perjalanan lalu lintas perdagangan dan pelayaran. Baru kemudian pada masa-masa berikutnya terdapat para Mubaligh yang tugasnya khusus mengajarkan agama Islam, berkat mereka inilah proses Islamisasi bertambah cepat, sebab mereka mendirikan pondok pesantren dan mencetak kader-kader ulama Islam (santri, Mubaligh, Da'i). Islamisasi melalui jalur perdagangan terjadi pada tahap awal, yakni sejalan dengan kesibukan lalu lintas perdagangan antara abad ke 7 sampai dengan abad ke 16.
  2. Islamisasi melalui perkawinan. Dari aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik dari pada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk pribumi, terutama para wanita, yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri para saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga mereka tidak merasa keberatan, karena proses penglslaman hanya dengan mengucapkan dua kalimah syahadat, tanpa upacara atau ritual rumit lainnya. Sehingga melalui perkawinan tersebut pengaruhnya lebih besar, apalagi jik yang menikah dari kalangan berpengaruh (bangsawan dan penguasa). Misalnya perkawinan Putri Campa dengan Putra Brawijaya atau antara Sunan ampel dengan Nyi Gede Manila (babad tanah jawi), dalam babad Cirebon disebutkan tentang pernikahan antara Putri Kawungaten dengan Sunan Gunung Jati dalam babad Tuban diceritakan tentang Raden Ayu Teja dengan Syekh Abdurahman. Bahkan pernikahan antar kaum bangsawan tersebut melahirkan kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam.
  3. Jalur Pendidikan. Proses Islamisasi melalui pendidikan oleh para mubaligh dan para kyai di pondok pesantren memegang peranan penting bagi perkembangan Islam di Nusantara. Semakin terkenal Kyai semakin terkenal pula pesantrenya, membawa pengaruh ke daerah yang luas. Pada masa pertumbuhan Islam dikenal adanya pesantren Ampel Denta milik Sunan Ampel dan pesantren Sunan Giri di Gresik. Raja-raja juga banyak mendatangkan guru agama Islam sebagai penasihat agama, misalnya di Banten dikenal Kyai Dukuh (P.Kanyusatan) sebagai penasehat Maulana Yusuf dan Syekh Yusuf dari Makassar penasihat Sultan Ageng Tirtayasa atau Ki Ageng Sela penasihat Sultan Hadiwijaya dari Pajang dan Juru Martani
  4. Melalui Tasawuf. Jalur ini juga tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi penasihat Panembahan Senopati dari Mataram. yang tertarik menerima ajaran tersebut. Pada umumnya, para pengajar tasawuf atau parasufi adalah guru-guru pengembara, dengan suka rela mereka menghayati kemiskinan, juga sering kali berhubungan dengan perdagangan, mereka mengajarkan teosofi yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam hal magis, dan memiliki kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang menikahi gadis-gadis para bangsawan setempat juga berperan karena memudahkan penerimaan masyarakat non-muslim terhadap budaya Islam. Begitu juga melalui tasawuf, Islam mudah diterima oleh orang-orang yang telah memilki dasar-dasar ketuhanan yang benar.
  5. Proses Islamisasi melalui kesenian, tampak jelas dari bukti-bukti peninggalan sejarah, seperti seni ukir, makam, tradisi sekaten, seni wayang dan lain sebagainya. Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah melalui pertunjukkan wayang. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah materi dalam setiap pertunjukan yang dilakukannya. Sunan Kalijaga hanya meminta penonton untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata, muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim. Selain wayang, media yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia adalah seni bangunan, seni pahat atau seni ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra. Di antara bukti yang dihasilkan dari pengembangan Islam awal adalah seni bangunan Masjid Agung Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan, Cirebon, Masjid Agung Banten, dan lain sebagainya. Seni bangunan Masjid yang ada,merupakan bentuk akulturasi dari kebudayaan lokal Indonesia yang sudah ada sebelum Islam, seperti bangunan candi. Salah satu dari sekian banyak contoh yang dapat kita saksikan hingga kini adalah Masjid Kudus dengan menaranya yang sangat terkenal itu. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa proses penyebaran Islam di Indonesia oleh para penyebar Islam melalui cara-cara damai dengan mengakomodasi kebudayaan setempat. Cara ini sangat efektif untuk menarik perhatian masyarakat pribumi dalam memahami gerakan Islamisasi yang dilakukan olehpara mubaligh, sehingga lambat laun mereka memeluk Islam.
  6. Jalur Politik, Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu, Pengaruh politik raja sangat membantu budaya lokal, Jalur politik juga ditempuh ketika kerajaan Islam menaklukkan kerajaan non Islam, baik di Sumatera, Jawa, maupun Indonesia bagian Timur.
C. Perkembangan Dakwah Islam di Nusantara

Masuknya Islam ke berbagai daerah di Indonesia tidaklah sekaligus, melainkan secara bertahap. Faktor transportasi, komunikasi, politik dan latar belakang sosial budaya masyarakat setempat, menentukan proses Islamisasi di daerah-daerah Indonesia. Adapun perkembangan dakwah Islam di Nusantara sebagai berikut :


  1.  Perkembangan Islam di Sumatera Tempat mula-mula masuknya Islam di pulau Sumatera adalah Pantai Barat Sumatera. Dari sana berkembang ke daerah-daerah lainnya. Pada umumnya, buku-buku sejarah menyebutkan perkembangan agama Islam bermula dari Pasai, Aceh Utara. Orang yang menyebarkan Islam didaerah ini adalah Abdullah Arif. Dengan kesopanan dan keramahan orang Arab yang berdakwah itu, maka penduduk Pasai sangat terkesan. Akhirnya mereka menyatakan diri masuk Islam. Bahkan raja dan pemimpin negeri, setelah melihat kesopanan orang Arab yang berdakwah itupun, masuk Islam pula. Masyarakat Pasai sangat giat belajar agama Islam. Malah ada dari kalangan anak raja sengaja diutus menuntut ilmu agama Islam ke Mekkah. Kerajaan Islam Pasai berdiri sekitar tahun 1297, yang kemudian dikenal dengan sebutan "Serambi Mekkah". Setelah agama Islam berkembang di Pasai, dengan cepat tersebar pula ke daerah-daerah lain yaitu ke Pariaman, Sumatera Barat. Islam datang ke Pariaman dari Pasai melalui laut Pantai Barat Pulau Sumatera. Ulama yang terkenal membawa Islam ke Pariaman itu adalah Syekh Burhanuddin. Penyiaran agama Islam dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap, sebab adat di Sumatera Barat sangat kuat. Dengan arif dan bijaksana para mubaligh dapat memberikan pengertian pada masyarakat, dan akhirnya masyarakat Sumatera Barat dapat menerima agama Islam dengan baik. Sebagai bukti bahwa Islam diterima oleh masyarakat Sumatera Barat dengan kerelaan dan kesadaran adalah dengan istilah yang mengatakan: Adat bersendi syura', syara' bersendi Kitabullah. Jadi, adat istiadat yang dipegang teguh oleh masyarakat Sumatera Barat itu adalah adat yang bersendikan Islam, artinya Islam menjadi dasar adat. Sekitar tahun 1440 agama Islam masuk ke Sumatera Selatan. Mubaligh yang paling berjasa membawa Islam ke Sumatera Selatan adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Arya Damar yang kemudian terkenal dengan nama Aryadillah (Abdillah) adalah bupati Majapahit di Palembang waktu itu. Kemudian Raden Rahmat (Sunan Ampel) memberi saran kepada Abdillah agar bersedia menyebarkan agama Islam di Sumatera Selatan. Atas rahmat dan petunjuk Allah SWT., saran Raden Rahmat tersebut dilaksanakan oleh Aryadillah, sehingga agama Islam di Sumatera Selatan berkembang dengan baik.
  2. Perkembangan Islam di Kalimantan,Maluku, dan Papua Di pulau Kalimantan, agama Islam mula-mula masuk di Kalimantan Selatan. dengan ibukotanya Banjarmasin. Pembawa agama Islam ke Kalimantan Selatan ini adalah para pedagang bangsa Arab dan para mubaligh dari Pulau Jawa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar