👉 Dinukil/ disadur dari kitab : Is'adur Rofiq Syarkh Sulam at-Taufiq hal 3 juz 1
الحبيب فى عرف حضر الموت يطلق على من ينسب لسيدنا علوى بن عبيد الله وصار عرفا خاصا عندهم من عصر الحبيب عمر بن عبد الرحمن العطاس قدس الله روحه استدعاء لتحقيق المحبة من كل مؤمن مصدق لما لاهل البيت على سائر الامة من المحبة والمودة الوارد بها الكتاب والسنة
Habib menurut istilah hadlro maut adalah orang yang nasabnya bersambung dengan sayyidi alwi bin ubaidillah,istilah khusus ini berlaku mulai zamannya umar bin abdur rahman Al-atthos ,semoga saja Allah mensucikan ruhnya.Beliau menciptakan istilah ini dengan tujuan menarik rasa cinta yang tulus dari orang-orang mukmin yang membenarkan adanya kewajiban mencintai ahli bait mengalahkan pada yang lainnya sebagaimana hal itu diterangkan dalam Alqur'an dan Hadis
وفى العرف الشرعى يطلق لفظ سيد وشريف على كل من انتسب للسبطين سيدى الحسن وسيدى الحسين
dan menurut urf/ adat assyar'i istilah habib dan sayyid adalah orang yang nasabnya bersambung dengan kedua cucunda Nabi yaitu sayyid Hasan dan sayyid Husain
وقد يفترقان فى اصطلاح اهل العلم فيطلقون السيد على كل من بلغ مقاما رفيعا فى العلم والولاية وان كان من غير الاشرف
Menurut ahlul ilmi,istilah sayyid dan syarif mempunyai perbedaan ,menurut mereka sayyid adalah orang yang mencapai kedudukan tinggi dalam bidang keilmuan dan kewalian meskipun bukan dari golongan al-asyrof
واما لفظ شريف فخاص بمن ذكر كما ذكروا ذلك فى نحو الوصية والوقف افاده الشيخ عبد الله باسودان فى شرح الخطبة الطاهرة
Adapun istilah syarif khusus untuk mereka yang keturukan sayyid hasan dan sayyid husain,keterangan diatas disampaikan oleh Syekh Abdullah baas waddan dalam kitab syarah Alkhutbah atthohiroh
باعلوى هو بالمعنى الخاص عند اهل حضر الموت كل من ينسب لسيدنا علوى بن عبد الله ابن سيد الشيخ احمد بن عيسى المهاجر الى الله تعالى
Ba-alwi menurut penduduk hadlro maut mempunyai arti khusus yaitu setiap orang yang nasabnya bersambung denga sayyidina alwi bin ubaidillah bin sayyidi syekh ahmad bin isa almuhajir ilalloh
واما بالعام فيطلق على كل من لسيدنا الامام على ابن ابى الطالب رضى الله عنه وكرم الله وجهه
adapun menurut arti umum adalah setiap orang yang nasabnya bersambung dengan sayyidina Al-imam Ali bin abi tholib Rodliyallohu anhu dan karromallohu wajhah
🌺 والله اعلم بالصواب 🌺 [ مجاهدين الفقير ]
◆ السلام عليكم ورحمة الله وبركاته ◆
♡ السلام عليكم ورحمة الله وبركاته ♡
✅ SIAPA itu HABIB dan SAYYID
👉 Al habib Abdullah bin Muhsin Al atthos :
"Sesungguhnya tidak tampaknya khususiyah ahlu bait Rasulullah saw beserta kesempurnaan mereka dihadapan manusia seluruhnya adalah rahmat, karena andaikata khususiyah dan kesempurnaan ini ditampakkan, maka wajib (artinya pasti) bagi siapapun yg mengetahuinya untuk menghormati dan mengagungkan keistimewaan dan kesempurnaan mereka dengan pengagungan yg pantas atas mereka. Dan pengagungan ini adalah hal yang membuat manusia terhebat sekalipun tidak mampu menanggung bebannya. Maka apa yang tampak dari sifat basyariyah ahlu bait adalah hijab atas khususiyah mereka. MAHABBAH adalah cara awal dalam membuka lapis lapis hijab yg amat rapat ini. Dan dgn mencintai mereka, kian tampak cayaha yg akan menerangi kita dan akan menuntun kita kepada kebenaran yg nyata. Sedangkan kebencian terhadap mereka akan menampakkan kebalikannya".
➡ (Bahjatut Tholibin. Hb Zain bin Ibrahim bin Sumaith. Hal. 30).
Di tengah masyarakat masih banyak yang belum faham mengapa sampai ada kaum atau golongan yang disandangkan predikat khusus dengan panggilan Habib, Sayyid, Syed, Syarif dll, begitupun dengan kebiasaan-kebiasaan mereka semisal dalam memilihkan jodoh buat anak perempuannya (syarifah) dengan seorang sayyid. Mungkin karena ketidaktahuan, ada juga yang bernada melecehkan, dengan mengatakan bahwa Panggilan Habib atau Sayyid adalah Panggilan Kesombongan, mengapa Nasab mereka perlu dijaga, Nasab atau silsilah dan Kafaah Syarifah hanya bentuk Diskriminasi Sosial. Inilah pandangan yang keliru yang perlu diluruskan. Semoga tulisan ini minimal sedikit menjawab itu semua.
↪ Makna Panggilan dan Kefamilian Marga/Fam/Bangsa Dzurriaturrasul
Habib, Sayyid, Syarif dan lain-lain merupakan panggilan yang sering kita dengar untuk sebutan keturunan Rasulullah saw. Banyak yang mempertanyakan asal muasal pangilan atau gelar tersebut, bagaimana sejarahnya hingga panggilan-panggilan akrab tersebut dipredikatkan pada orang-orang yang memiliki hubungan biologis dengan Nabi. Kemuliaan Genetika yang dimilikinya bukan kemauan sendiri tapi merupakan karunia dan takdir ilahi yang patut di syukuri. Kemuliaan dzatiyah (genetika) ini merupakan Keutamaan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang lain. Sebab mereka secara kodrati dan menurut fitrahnya telah mempunyai keutamaan karena hubungan darah dan keturunan dengan manusia pilihan Allah yaitu nabi Muhammad saw, apalagi jika dipadukan dengan ketakwaan. Sebagaimana ayat yang terdapat dalam alquran surat al-An’am ayat 87, berbunyi:
ومن أبآئهم وذرّيّتهم وإخوانهم …
“(dan kami lebihkan pula derajat) sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka…”
Ayat di atas jelas memberitahukan bahwa antara keturunan para nabi, (khususnya keturunan nabi Muhammad saw), dengan keturunan lainnya terdapat perbedaan derajat keutamaan dan kemuliaan, hal ini didasari oleh sabda Rasulullah saw yang ditulis dalam kitab Yanabbi’ al-Mawwadah:
نحن اهل البيت لا يقاس بنا
“Kami Ahlul Bait tidaklah bisa dibandingkan dengan siapapun”
Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahj al-Balaghoh berkata,
‘Tiada seorang pun dari umat ini dapat dibandingkan dengan keluarga Muhammad saw’
Sepanjang sejarah bersamaan Kemulian Dzatiyah yg disandangnya, mereka tidak pernah luput dari fitnah, cemohan, ejekan, celaan, dll dari orang-orang yg tidak menyukainya. Mereka yg benci bahkan tidak segan-segan memutar balikkan sejarah, dan lebih gila lagi banyak hadist-hadist dan riwayat yang berkaitan dengannya dimanipulasi dan dipalsukan agar keutamaan dan kemuliaannya ditutup-tutupi sehingga tenggelam dan hilang dalam sejarah. Golongan mereka ini sudah ada sejak Nabi masih hidup dan dizaman sekarang masih banyak orang-orang seperti mereka, sehingga Allah SWT mengabadikan mereka dalam Surat Al Kautsar. Mengapa mereka begitu iri, dengki, dan benci ???….wallahu a’lam
Meskipun begitu banyak upaya orang-orang yang membencinya, bahkan ada yang lebih keji, mengejar, menyiksa dan bahkan membunuhnya, tapi tiada yang menandingi Kuasa Allah yang senantiasa menyelamatkan Keturunan Mulia sang kekasihnya Rasulullah saw. Begitupun begitu banyak Hadist-hadist dan riwayah yang menjelaskan kemuliaannya sehingga upaya orang-orang yang berusaha menutupi sejarahnya berakhir dengan sia-sia.
Sejak peristiwa sejarah islam yang kelam, banyak diantara mereka menyebar dengan membawa Tariqah Datuknya & Nasabnya dan hidup zuhud, waktunya lebih banyak dihabiskan dengan ibadah-ibadah sunnat, membasahi bibirnya dengan wird dan hizb dan berusaha semaksimal mungkin mengikuti semua akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Orang-orang yang berada disekelilingnya begitu memuliakannya karena akhlak dan ilmunya, sehingga banyak dari mereka berguru dan menuntut ilmu. Untuk membedakan dengan orang-orang kebanyakan, masyarakat mulai mempredikatkan panggilan khusus dalam memuliakan kaum keturunan nabi tersebut, sebagaimana hadits Rasulullah saw bersabda, yang artinya
"Sesungguhnya anakku ini adalah pemimpin (sayyid) pemuda ahli surga"
(Seraya menunjuk kedua cucu beliau, Sayyidina Hasan dan Husain).
Karena cintanya mereka pada Nabi saw maka menamakan keturunanya sebagai Sayyid (pemimpin) atau Habib (kekasih). Di beberapa negara, sebutan untuk dzurriyat rasul saw ini berbeda-beda. Di Maroko dan sekitarnya, mereka lebih dikenal dengan sebutan Syarif (dimuliakan), di daerah Hijaz (Semenanjung Arabia) dengan sebutan Sayyid (Pemimpin), di sekitar malaysia dikenal dengan panggilan Syed sedangkan di nusantara umumnya mereka dikenal dengan sebutan Habib (kekasih). Untuk kalangan perempuan mereka biasa dengan sebutan Sayyidah, Syarifah atau biasa disingkat dengan sebutan “ipa”.
Mengenai panggilan atau gelar-gelar yang disandangnya pun mengalami beberapa kali perubahan dilihat dari urutan waktu sejarahnya.
Menurut Sayyid Muhammad Ahmad al-Syatri dalam bukunya Sirah al-Salaf min Bani Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum ‘Alawi di Hadramaut dibagi menjadi empat tahap yang masing-masing tahap mempunyai gelar tersendiri. Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadramaut kepada tokoh-tokoh besar Alawiyin ialah:
1. IMAM (dari abad III H sampai abad VII H).
Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri.
2. SYAIKH (dari abad VII H sampai abad XI H).
Tahapan ini dimulai dengan munculnya Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf. SYAIKH berarti Guru. Dengan berkembangnya Ilmu Tasauf dalam kalangan dzurriah, banyak bermunculan dari kalangan mereka yang telah mencapai al-mujtahid al-mutlaq dalam ilmu syariat di usia dini. Setiap dari mereka memiliki karakter khusus sehingga banyak pengikutnya pun menamainya sesuai dengan karakter dan prilakunya, seperti Abdurahman al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah Ia digelari al-Saqqaf karena kedudukannya sebagai pengayom dan Ilmu serta tasawufnya yang tinggi. Dan Anaknya Umar Al Muhdhar. Ia juga sangat terkenal karena kedermawanannya. Waliyullah Abu bakar Al-Sakran, Digelari dengan al-Sakran , karena beliau mabuk dengan cintanya kepada Allah swt. Waliyullah Abu Bakar Basyeban (berambut putih, padahal beliau masih muda), waliyullah Abdurrahman bin Aqil bin Salim al-Attas, menurut Habib Ali bin Hasan al-Attas (shohib al-Mashad) dalam kitabnya al-Qirthos Fi Manaqib al-Habib Umar bin Abdurahman al-Attas mengatakan bahwa pemberian gelar al-Attas (bersin) dikarenakan keramatnya, yaitu bersin dalam perut ibunya seraya mengucapkan Alhamdulillah, yang mana perkataan tersebut didengar oleh ibunya. Menurut Habib Ali yang pertama kali bersin dalam perut ibunya yaitu Aqil bin Salim, saudara kandung Syaikh Abu Bakar bin Salim, selanjutnya gelar tersebut dipakai oleh anaknya yang bernama Abdurahman. Begitupun gelar-gelar yang lain yang terus dipakai untuk memudahkan mengenal anak keturunannya (Marga dan Nasabnya) seperti Al Aydrus, Al Haddad, Al Jufri, Al Baharun, AlJamalullail, Al Bin Syihab, Al Hadi, Al Banahsan, Al Bin Syaikh Abu Bakar, Al Haddar, Al Bin Jindan, Al Musawa, AlMaulachila, Al Mauladdawilah, Al Bin Yahya, Al Hinduan, Al Aidid, Al Habsyi, Al Hamid, dll
3. HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV).
Tahap ini ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah kaum ‘Alawi keluar Hadramaut. Dan di antara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, di antaranya kerajaan Alaydrus di Surrat (India), kesultanan Al-Qadri di kepulauan Komoro dan Pontianak, Al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina.
Tokoh utama ‘Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad yang mempunyai daya pikir, daya ingat dan kemampuan menghafalnya yang luar biasa. Pada tahap ini juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah Bilfaqih, Habib Muhsin bin Alwi al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh Abu Bakar bin Salim, Habib Hasan bin Soleh al-Bahar, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi.
4. SAYYID (mulai dari awal abad XIV ).
Tahap ini ditandai kemunduran kecermelangan kaum ‘Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar.
Sejarawan Hadramaut Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa “Alawiyin” atau ” qabilah Ba’alawi” dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika.
Mengenai Julukan kaum Alawy atau Alawiyyin, yaitu pada abad-abad pertama hijriah julukan Alawy digunakan oleh setiap orang yang bernasab kepada Imam Ali bin Abi Thalib, baik nasab atau keturunan dalam arti yang sesungguhnya maupun dalam arti persahabatan akrab. Kemudian sebutan itu (Alawy) hanya khusus berlaku bagi anak cucu keturunan Imam al-Hasan dan Imam al-Husein. Dalam perjalanan waktu berabad-abad akhirnya sebutan Alawy hanya berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Alwy bin Ubaidillah bin Imam Ahmad bin Isa. Alwi mempunyai anak Ali (Kholi’ Qasam). Ali diberi laqob “Kholi’ Qasam” sebagai nisbah kepada negeri al-Qasam yang merupakan tempat mereka di negeri Bashrah, di mana dari tempat itu ia mendapat harta dan membeli tanah di dekat kota Tarim di Hadramaut dengan harga 20.000 dinar dan ditanaminya pohon kurma untuk mengenang kota Qasam di Bashrah yang tadinya dimiliki oleh kakeknya al-Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan tanah yang luas di sana di dekat teluk Arab dan penuh dengan kurma pada masa itu.
Begitulah sekilas asal muasal pemberian panggilan “habib” atau sejenisnya oleh orang-orang kepada keturunan Nabi, Jadi pada dasarnya panggilan atau gelar tersebut hanya berupa bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad saw terhadap keluarga dan keturunannya. Begitupun mengenai Gelar Kefamilian Marga/Fam/Bangsa yg biasa disandang di belakang namanya merupakan identitas khusus yg disesuaikan dengan karakter Datuknya dan dinisbahkan dengan nama datuknya untuk lebih mudah dalam mengetahui silsilah atau nasab anak keturunannya.
“Adapun jika ada seorang keturunan nabi yg tidak memakai gelar atau marganya dengan alasan tertentu, itu hak personnya masing-masing, tapi jika menyangkut kepentingan kemurnian Nasab dan bersinggungan dengan dzurriah2 yang lain, apakah jika ingin menikah, menikahkan anaknya, maka wajib dia memperjelas Nasab dan Silsilahnya di Lembaga Nasab karena banyaknya kasus penipuan dalam menikahi seorang syarifah.”
Ad Dailami meriwayatkan sebuah hadits dari Ali ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
"4 golongan yang akan aku tolong kelak di hari kiamat adalah orang yang memuliakan keturunanku, orang yang berusaha memenuhi kebutuhan mereka, orang yang berusaha membantu segala urusan mereka ketika terdesak, serta para pecinta mereka dengan hati & lisannya."
Diharapkan seorang keturunan nabi hendaknya menjadikan dirinya untuk selalu tetap menauladani dan mengikuti kepribadian para datuknya, berakhlaq seperti mereka, berpegang teguh dengan tuntunan serta ajaran mereka dan mengikuti jejak teladan imam mereka, sehingga semoga anda menjadi generasi penerus yang baik dari generasi pendahulu yang luhur. Dan tidak menjadikan Nasab ini untuk berbangga diri. Bahwa nasab mulia ini menuntut agar :
1. Meninggalkan nafsu keangkuhan dan bangga diri.
2. Menjadikan sikap taqwa sebagai bekal hidup.
3. Menjadikan Al-Qur’an sebagai imam.
Mengapa Nasab Mesti Di Jaga
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnatnya, Tirmizi dan Al-Hakim, Dari Abu Hurairah r.a katanya, bersabda Rasullah SAW:
’’Pelajarilah olehmu tentang nasab-nasab kamu agar dapat terjalin dengannya tali persaudaraan diantara kamu. Sesungguhnya menjalin tali persaudaraan itu akan membawa kecintaan terhadap keluarga, menambah harta, memanjangkan umur dan menjadikn ALLAH ridho“.
"Dengan itu jelaslah bahwa ilmu nasab adalah suatu ilmu yang agung, berhubungan dengan hukum-hukum syariah Islam. Orang yang mengingkari keutamaan ilmu ini adalah orang yang jahil, pembangkan dan menentang ALLAH dan Rasul-Nya."
Itulah mengapa dari generasi ke generasi, banyak para salaf ba alawi sgt concern terhadap pentingnya pemurnian nasab secara sistematis, mulai Al-Imam Al-Qutb Umar Al-Muhdhar Al-Akbar bin Al-Imam Al-Qutb As-Syech Abdurrahman Asseggaff ,l Imam Al Qutb As Syech Abdullah Al Akbar Al Idrus bin Abubakar Assakran bin Al Imam Al Qutb As Syech Abdurrahman Asseggaff, Al Imam Al Qutb As Syech Ali bin Abubakar Assakran, Al Imam Syech bin Al Imam Al Qutb As Syech Abdullah Al Akbar Al Idrus bin Abubakar Assakran dan seterusnya.
Dengan semakin banyak keturunan nabi yang tersebar dan kewajiban Nasab yang juga perlu dijaga, sebagaimana Al-Bazzar meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a :
"Mengapa masih ada sebilangan kaum yang menuduh bahwa hubungan kerabatku tidak akan memberi manfaat, ketahuilah bahwa semua kemuliaan dan keturunan akan terputus pada hari kiamat kecuali kemuliaan dan keturunanku dan sesungguhnya tali kekeluargaanku akan tetap bersambung di dunia mahupun di akhirat", hadis ini disahihkan oleh Al-Hafiz As-Sakhawi dan Ibnu Hajar dan disebutkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari tiga jalur.
Ketahuilah, thoriqoh Bani Alawi ini: zhohir-nya adalah ilmu-ilmu agama dan amal, sedangkan batinnya adalah men-tahqîq berbagai maqôm dan ahwâl. Adab thoriqoh ini adalah menjaga asrôr, dan timbul ghirah jika asrôr tadi diungkapkan. Jadi, zhohir thoriqoh Bani Alawi adalah ilmu dan amal di atas jalan lurus sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghozali. Dan bathin thoriqohnya adalah tahqîqul haqîqoh dan tajrîdut tauhîd sebagaimana dijelaskan dalam thoriqoh Syadziliyah. Ilmu Bani Alawi adalah ilmunya kaum (sufi) dan rusûm mereka menghapus rusûm. Mereka mendekatkan diri kepada Allah dengan semua amal. Mereka juga mengikat perjanjian (‘ahd), mengucapkan talqîn, mengenakan khirqoh, menjalani kholwat, riyâdhoh, mujâhadah, dan mengikat tali persaudaraan. Mujâhadah terbesar mereka adalah penyucian hati, persiapan untuk menghadang karunia-karunia Ilahi dengan menempuh jalan nan lurus, dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’âlâ dengan menjalin persahabatan dengan orang-orang yang memiliki petunjuk (ahlil irsyâd). Dengan tawajuh yang sidq, Allah pasti akan memberikan karunia-Nya. Dan dengan perjuangan yang sungguh-sungguh Allah pasti akan memberikan fath. Allah berfirman: “Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhoan) Kami, pasti akan Kami tunjukkan (kepada mereka) jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang suka berbuat baik.” (QS Al-Ankabut, 29:69)
Sumber thoriqoh Bani Alawi adalah thoriqoh Madîniyyah, yakni thoriqoh Syeikh Abu Madyan Syu’aib Al-Maghrobi. Sedangkan pusat dan sumber hakikat thoriqoh Bani Alawi adalah Al-Fardu Al-Ghauts Syeikh Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba Alawi Al-Huseini Al-Hadhromi. Thoriqoh ini diturunkan oleh orang-orang saleh yang memiliki maqômât dan ahwâl, dan merupakan thoriqoh tahqîq (pengamalan dan pembuktian), dzauq dan asrôr. Oleh karena itu, mereka memilih bersikap khumûl, menyembunyikan diri, dan tidak meninggalkan tulisan tentang thoriqoh ini. Mereka mengambil sikap demikian sampai zaman Alaydrus (Habib Abdullah Alaydrus bin Abubakar As-Sakran) dan adik beliau Syeikh Ali (bin Abubakar As-Sakran). Setelah banyak yang melakukan perjalanan, maka ruang gerak (Alawiyin) semakin luas. Yang dekat dapat saling berhubungan, tapi tidak demikian halnya dengan yang jauh. Karena itu dibutuhkan usaha untuk menyusun buku dan memberikan penjelasan. Alhamdulillâh, muncullah beberapa karya yang melapangkan dada dan menyenangkan hati, seperti: Al-Kibrîtul Ahmar, Al-Juz-ul lathîf, Al-Ma’ârij, Al-Barqoh, dan karya-karya lain yang cukup banyak dan masyhur.
Fakta Yang Terjadi di Tengah Masyarakat
Karena kemuliaan, kehormatan dan pengaruhnya Para Keturunan Nabi di tengah masyarakat, sehingga banyak pula yang berpikiran pendek memanfaatkan keadaan dengan berani memalsukan identitasnya (Nasabnya) dengan menyandang gelar Habib atau Marga Dzurriah untuk mendapat pengaruh disekitarnya. Adapula karena hubungan baik antara Habaib dengan para Kyai yang telah lama terjalin, dimanfaatkan oleh kerabat dan pengikutnya dengan meyakinkan orang-orang bahwa Kyai tersebut memiliki garis keturunan dengan Nabi agar Majelis bisa lebih besar. Ada juga karena tidak bisa membuktikan Nasabnya dan takut tertolak oleh Lembaga Nasab, sehingga melakukan pengalihan isu dengan mengatakan alasan-alasan yg tdk jelas, dengan mengatakan : Banyak keturunan nabi sengaja tdk menyandang gelar karena takut sombong, karena habibnya mastur, dll
Banyak yg terlalu menganggap enteng persoalan ini, padahal sgt besar efeknya, andaikan satu org saja yg merusak nasab Rasulullah, anak dan cucunya pasti ikut-ikutan mengaku habib, gimana 10 - 20 tahun kedepan. Ini bagaikan "setetes nila merusak susu sebelanga"....apalagi jika membiarkan hal ini berlarut-larut tanpa ada keinginan mencari kebenaran pd ahlinya, sama saja org sakit tapi tidak pernah ke dokter, gimana bs sembuh. Jika ada nasab2 yg tdk terdaftar di RA, mestinya jd pertanyaan kenapa bs demikian, kenapa tdk segera dilaporkan agar cepat diiktiraf dan tdk menjadi fenomena kontroversial dan membingungkan org. Tdk menutup kemungkinan ada nasab2 yg valid tp factor kecerobohan tdk dilaporkan akhirnya tergantung dan diragukan, dan baru sekarang mereka menuntut kevalidannya, blom lagi ketidakfahaman mereka ttg nasab meskipun jalur ibu dianggap benar... itulah gunanya lembaga sbg pusat informasi dan keabsaahan suatu nasab yg hrs dihormati...agar mencegah pandangan miring tentang kesembrautan nasab keturunan nabi. Karena itulah yang bisa diiktiraf (disahkan) hanyalah nasab-nasab yg jelas, bukan yg nasab yg diragukan, controversial, yang dapat membingungkan orang. Pada dasarnya lembaga nasab berusaha menjaga kesinambungan nasab-nasab yang jelas dan terbukti keabsahannya sehingga data-data yg tersimpan dapat lebih mudah dalam menelusuri nasab di kemudian hari. Jadi sebaiknya kita harus lebih proaktif dalam melaporkan nasab untuk diiktiraf, jadi jgn salahkan lembaga jika nasab kalian tdk diiktiraf krn kelalaian kalian sendiri.
Berbicara tentang silsilah jgn serampangan, ada etikanya krn bs menimbulkan fitnah.. apalagi berbicara nasab dan silsilah keturunan nabi harus pada lembaga nasab yg ditunjuk...bukan menggunakan bukti2 sejarah, manuskrip2 kuno atau bahkan dengan ilmu kasyaf krn hal2 spt itu tdk dipakai dlm ilmu nasab....
Jangan dikira juga org2 yg berjuang murni dlm memurnikan Nasab Rasulullah dianggap mencari kesombongan atau apa.....itu pandangan yg keliru, krn kita memang diwajibkan untuk itu....Adapun yg sombong krn nasabnya biarlah menanggung sendiri dosanya...
Begitupun dalam persoalan pernikahan putri seorang keturunan nabi (syarifah), ada hukum yang mengikatnya yakni KAFAAHSYARIFAH yang harus dijaga agar dapat menurunkan dan menjaga kesinambungan keturunan nabi di kemudian hari.
BY GUSDIN MOKER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar