Assalamu’alaikum ustadz, mau tanya tentang apa saja yang halal bagi panitia qurban?
Karena banyak terjadi panitia qurban di Masjid mengambil upah dari kelebihan harga hewan qurban.
Misal harga sapi 10 juta. Tiap pequrban dikutip 1,5 juta jadi ada kelebihan 500 rb. Bolehkah jadi milik panitia?
Terus tentang panitia yang meminta bagian tertentu dari hewan qurban seperti buntut, gimana hukumnya?
(Pertanyaan dari salah satu member grup WA Al-Wasathiyah wal I’tidâl)
JAWAB :
Wa’alaikumussalam warohmatullâhi wabarokâtuh
Dalil yang paling jelas untuk penyelenggaran pelaksanaan kurban (adha) adalah hadits di bawah ini :
‘Alî bin Abî Thâlib radhiyallâhu berkata :
أمرني النبي صلى الله عليه وسلم أن أقوم على بدنه وأن أقسّم لحومها وجلودها وجلالها على المساكين ولا أعطي في جزارتها منها شيئاً
Nabi Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan diriku untuk mengurusi unta-unta beliau dan memerintahkan untuk mendistribusikan daging, kulit, jilal (selubung seperti pelana yang ditaruh di punggung unta) kepada kaum miskin dan saya tidak memberikan (upah) apapun kepada si tukang jagal. [Muttafaq ‘alaihi]
Di dalam riwayat lain ada tambahan lafal :
قال : نحن نعطيه من عندنا
Beliau berkata : “Kami yang akan memberikan upahnya dari diri kami sendiri (bukan mengambil bagian dari hewan kurban, pent.)
Dari hadits di atas, dapat kita ambil faidah dan kesimpulan sbb :
Sahabat ‘Alî Radhiyallâhu ‘anhu di sini, adalah sebagai wakil sohibul qurban, yang dapat dianalogikan sebagai panitia kurban. Jadi, panitia kurban itu sebenarnya perwakilan dari sohibul kurban.
Berkurban itu adalah bentuk taqorrub kepada Allah, jadi hewan kurban tersebut statusnya adalah sudah dipersembahkan (dikurbankan) untuk Allah dan menjadi milik Allah. Bukan lagi milik sohibul qurban atau panitia. Karena itu sudah tdk boleh diperjualbelikan kembali, kecuali bagian tubuhnya seperti kulit yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin, apabila dijual dan hasil penjualannya disalurkan kembali kepada mereka.
Memberikan upah kepada tukang jagal (jazzar) dengan bagian tubuh hewan kurban (seperti kulit, tanduk, dan semisalnya) adalah tidak diperbolehkan. Karena termasuk bab transaksi jual beli, sedangkan hewan kurban tidak boleh diperjualbelikan seluruh bagian tubuhnya. Dengan demikian, tukang jagal, sohibul qurban, panitia atau siapapun, tidak boleh mengambil bagian dari hewan kurban untuk diperjualbelikan atau menganggapnya sebagai upah. Namun, menerima bagian dari hewan kurban, selama dianggap bukan sebagai upah adalah diperbolehkan.
(Ilustrasi Tukang Jagal)
Bolehkah panitia menerima daging yang melebihi jatah pembagian daging yang berlaku, misalnya distribusi pembagian daging adalah 1 kg per orang, lalu untuk panitia diberi lebih daripada itu, misalnya 2,5 kg?
Maka di sini, ada perbedaan pendapat :
Ada yang berpendapat tidak boleh secara mutlak dan menganggap bahwa kelebihan bagian dari hewan kurban hanya untuk panitia, adalah bagian dari upah, sehingga tidak boleh hukumnya.
Ada pula yang berpendapat bahwa panitia itu adalah orang yang diberi amanat sebagai perwakilan si-Sohibul Qurban, sehingga hukumnya sama dengan si-Sohibul Qurban. Maka dengan demikian dia boleh mendapatkan bagian apapun dari hewan kurban melebihi dari jatah distribusi lainnya. (Selama kelebihan bagian tersebut tidak dianggap upah, apabila dianggap upah, maka tidak boleh hukumnya). Dan inilah yang menurut kami paling kuat.
Bolehkan panitia meminta bagian tertentu dari hewan kurban, atau membuat acara masak-masak dari bagian hewan kurban tersebut?
Apabila tidak dianggap sebagai bagian dari upah, maka panitia boleh mengambil bagian dari manapun atau memasak sebagian dari hewan kurban tersebut.
Untuk yang menguatkan pendapat tidak boleh bagi panitia mengambil jatah melebihi dari jatah distribusi, maka mereka bisa melakukan pengumpulan jatah para panitia dan memasak jatah panitia tersebut.
Bolehkah panitia menerima upah?
Jawabannya adalah boleh selama tidak diambil dari hewan kurban, sebagaimana tukang jagal, yang boleh menerima upah asalkan bukan dari bagian yang diambil dari hewan kurban.
Lalu darimana upah tersebut didapat ?
Bisa dari dana operasional, dana taktis, dll yang dipungut dari sohibul qurban, atau dari lainnya.
Bolehkah panitia mengambil untung dari hasil penjualan kurban?
Perlu diketahui, bahwa panitia adalah perwakilan dari sohibul qurban yang diamanati untuk mewakili sohibul qurban dalam hal pembelian hewan, pemeliharaan hewan sebelum disembelih, proses penyembelihan, proses distribusi, dll.
Karena itu, hendaknya panitia di sini tidak bertujuan komersil atau mencari keuntungan, dan terbuka (transparan) kepada sohibul qurban.
Juga harus dipisahkan antara uang untuk pembelian hewan kurban, dengan uang operasional (baik itu untuk pemeliharaan, operasional, upah jagal, upah panitia, dll).
Bagaimana bila ada sisa dari hasil pembelian hewan qurban?
Dalam hal ini, panitia harus sudah menyampaikan kepada sohibul qurban, bahwa apabila ada sisa uang dari pembelian hewan qurban, maka dana tersebut disepakati bersama atau atas kerelaan sohibul qurban yang memperbolehkan dana sisa tersebut dikelola untuk hal lain (misal untuk tambahan biaya operasional, biaya pemeliharaan atau upah jagal maupun panitia).
Bolehkah menjual bagian tubuh hewan kurban, seperti kulit dan tanduknya, lalu hasil penjualannya dikembalikan kepada fakir dalam bentuk bentuk uang ?
Jawabannya adalah tdk mengapa sebagaimana diterangkan dalam Fatwa Lajnah Dâ’imah (no 16411) :
“Apabila kulit hewan sembelihan diberikan kepada orang fakir, atau kepada perwakilannya, maka tidak mengapa menjualnya dan menggantikan faidah kepada si fakir dengan harga jualnya.
(Ilustrasi kulit hewan kurban)
Sesungguhnya yang terlarang utk memperjualbelikan hanyalah sohibul qurban saja.
Karena itu tidaklah terlarang apabila lembaga sosial menjual kulit-kulit hasil sembelihan adha, dan memberikan hasil penjualannya untuk kebaikan orang-orang fakir.
Wabillâhit taufîq.
Wallâhu a’lam bish showab.
Akhûkum Abû Salmâ
Beberapa poin dari pembahasan di atas mengambil Faidah dari al-Ustâdz Musyaffa ad-Darini hafizhahullâhu