Jumat, 09 Februari 2018

Amal Duniawi

Pada suatu hari Rasulullah SAW Menjenguk putrinya, Fatimah yang sedang menggiling tepung. Rasulullah SAW heran karena Fatimah tampak menangis. Mengapa ? Putri Rasulullah SAW ini mengaku air matanya meleleh karena kesibukannya yang terus silih berganti tiada henti. kepada ayahnya, Fatimah mengungkapkan keinginannya untuk memiliki budak yang bisa membantu semua pekerjaannya di rumah. 

Rasulullah pun mendekatinya. Beliau lalu menghibur putrinya. "...Allah berkehendak mencatat kebaikan, menghapus keburukan, dan mengangkat derajatmu jika engkau menunaikan tugas-tugas keseharianmu sebagai seorang istri dengan baik. 

Rasulullah kemudian bersabda bahwa seorang wanita yang saat berperan sebagai istri yang baik bagi suaminya, dan sebagai ibu yang baik bagi anak-anaknya, maka ia akan diberi derajat yang sangat mulia oleh Allah SWT. Dalam kesempatan lain beliau juga menjelaskan, jika seorang ibu meminyaki sendiri rambut anak-anaknya, menyisirinya, mencuci baju-baju mereka sendiri, maka pahala yang ia peroleh laksana amal memberi makan seribu orang yang lapar dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang (tak mempunyai pakaian).

(Ilustrasi : menyisir rambut anak)

Kisah dan Hadits di atas memberi pemahaman yang dalam kepada kita bahwa hendaknya kita tidak membuat dikotomi/ perbedaan atas amal kita antara yang "duniawi" dan "ukhrawi", sehingga kita mengunggulkan yang satu dan meremehkan yang lain. Sebab, tidak jarang, apa yang kita anggap remeh ternyata sebenarnya mengandung kemuliaan yang sangat tinggi. 

Kita mungkin sering berpikiran bahwa amal-amal yang mulia, yang "ukhrawi", yang kental nuansa ritual sakralnya seperti jihad, haji, shalat nafilah, dzikir, dan tadarus.

Sedangkan kesibukan sehari-hari, misalnya, kerja di kantor, di pabrik, di toko, di jalan-jalan, demi menafkahi keluarga di rumah dan mengasuh anak, yakni amal-amal profan (amalan yang tidak ada kaitanya dengan ibadah/ritual) atau disebut  "duniawi", kita anggap remeh-remeh, biasa-biasa saja, bukan amal yang utama nan mulia. padahal, merujuk pada kisah dan sabda Rasul di atas, jelas sekali bahwa pemahaman seperti itu keliru.

Dalam sudut pandang dan skala tertentu, amal-amal profan, "amal-amal duniawi" justru sangat tinggi nilainya di hadapan Allah SWT., selama dilakukan dengan cara dan niat yang baik, sesuai tuntunan yang di sunnahkan Rasul. 

Suatu kali, ketika Rasul sedang berkumpul dengan sahabat-sahabatnya, ada seorang pemuda yang kekar dan perkasa lewat. Apa sahabat berkata, "Ah, andaikan kekekaran dan keperkasaannya digunakan untuk berjihad di medan perang sabilillah, betapa bagusnya." tetapi, apa komentar Rasulullah SAW? Beliau sama sekali tidak sepakat dengan cara pandang seperti itu. "Andaikan ia masih punya orang tua di rumah, ia lebih baik menggunakan kekuatannya untuk mengurus orang tuanya daripada berjihad. Atau, jika dengan keperkasaannya itu ia bekerja mencari nafkah buat dirinya sendiri agar tidak bergantung pada orang lain, itu jauh lebih baik dari pada jihad."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar