Rabu, 28 Maret 2018

SYUKUR



Sepanjang hari, nikmat dan anugerah Allah SWT kita peroleh. Tidak usah jauh-jauh, marilah kita lihat diri kita sendiri secara fisik, kita diberi indra yang lengkap - penglihatan, pendengaran, penciuman, pernapasan, dan perasa - yang memungkinkan kita mengecap segala bentuk nikmat duniawi yang enak dan indah.

Atau lihatlah sekeliling kita, sinar mentari yang hangat, air dan udara yang bersih, pepohonan tempat berteduh, semua disediakan oleh Allah SWT untuk kita, tanpa membayar.

Itulah sebab Rasulullah SAW menganjurkan agar kita beribadah sebanyak mungkin, sebagai ungkapan syukur kita kepada-Nya, atas berbagai nikmat pemberian-Nya.

Allah SWT adalah Zat Mahasegalanya, jadi Dia tidak membutuhkan apapun dari kita. Allah SWT pun tidak membutuhkan ibadah kita, karena bagi dia tidak jadi soal apakah seluruh semesta menyembah-Nya atau malah ingkar kepada-Nya.

Ibadah kita kepada-Nya semata-mata berpangkal dari kesadaran kita sendiri, yakni kesadaran tentang keharusan untuk bersyukur kepada-Nya karena telah memberi kita begitu banyak nikmat. 

Rasulullah SAW pernah ditanya sahabatnya, mengapa beliau shalat sunat di malam hari (qiyamal-lail) sampai kakinya bengkak-bengkak, Bukankah beliau sudah diampuni segala dosanya yang akan datang, bukankah beliau sudah dijamin masuk surga? Jadi, buat apa beliau susah-susah memperbanyak ibadah? Beliau menjawab,” Tidak bolehkah aku bersyukur?” 

Jawaban ini menjelaskan bahwa tujuan ibadah bukan semata-mata untuk mengharap surga-Nya, atau agar terhindar dari neraka- Nya. Namun, lebih dari itu, ibadah adalah ekspresi rasa syukur kita kepada Allah SWT atas semua nikmat pemberian-Nya.


Allah SWT sendiri tidak suka kepada manusia-manusia yang enggan bersyukur. Dalan sebuah hadits qudsi, Dia berkata, “Siapa yang tidak mau bersyukur atas nikmat pemberian-Ku, dan tidak mau bersabar atas cobaan-Ku, maka silahkan saja ia keluar dari kolong langit-Ku dan silahkan ia cari Tuhan selain Aku!”

Dalam tatanan paling mendasar, rasa syukur bisa diwujudkan dengan cara menjaga nikmat Allah SWT agar tidak digunakan dijalan maksiat. 

Kita biasa mengucap hamdalah atau mungkin memperbanyak ibadah murni (mahdhah) dan ibadah-ibadah sunat lainnya, sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada-Nya karena telah memberi karena telah memberi kita nikmat yang tak terkira. Namun,semua itu tidak akan ada artinya sama sekali ,jika di sisi lain dan bersamaan dengan itu, kita masih saja melakukan maksiat kepada Allah Swt. Dengan menggunakan fasilitas nikmat pemberian-Nya.

Misalnya saja kita sering shalat dan puasa sunat, katakanlah itu kita lakukan sebagai ungkapan syukur. Tetapi kita juga tidak bisa meninggalkan ucapan jorok, menggunjingkan saudara, dan sebagainya, ya apa gunanya. Karena itu, tentu saja, yang paling baik adalah bila kita rajin shalat dan puasa dan pada waktu bersamaan kita bisa menjaga mulut dan perilaku dari hal-hal yang tidak baik. Itulah antara hakikat dari rasa syukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar